Berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah
telah mencoba menunjukkan cirri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai
berikut.
1. Pengajuan pertanyaa atau masalah.
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan
prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang
kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
Mereka mengajukan situasi kehidipan nyata yang autentik, menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.
1. Berfokus pada keterkaitan antar
disiplin.
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin
berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu Sosial), masalah
yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
1. Penyelidikan autentik.
Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka
harus menganalisasi dan mendefinisikan masalah, mengembankan hipotesis dan
membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat iferensi, dan merumuskan kesimpulan.
Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada
masalah yang sesdang dipelajari.
1. Menghasilkan produk/karya dan
memamerkannya.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan
peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model
fisik, video atau program computer (Ibrahim & Nur, 200:5-7).
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa
bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam
kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi
inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berpikir.
1. Tujuan Pembelajaran dan Hasil
Belajar
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran
berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar
tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman
nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajar yang otonom dan mandiri.
Uraian rinci terhdap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan
Nur (2000:7-12) berikut ini.
1. Keteramplan Berpikir dan
Keterampilan Pemecahan Masalah
Berbagai macam ide telah digunakan untuk
menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang
terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama
apakah keterampilan berpikir itu?
- Berpikir
adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi,
klasifikasi, dan penalaran.
- Berpikir
adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan
kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemuan
prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan
prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik
(abstrak) seperti itu biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan
pada tingkat konkret dari fakta dan kasus khusus.
- Berpikir
adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan
berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.
Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987)
memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Berpikir
tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak
sepenuhnya dapat diterapan sebelumnya.
- Berpikir
tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat
diamati dari satu sudut pandang.
- Berpikir
tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing
dengan keuntungan dan kerugian.
- Berpikir
tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interpretasi.
- Berpikir
tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.
- Berpikir
tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banya kriteria, yang
kadang-kadang bertentangan satu sama lain.
- Berpikir
tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses
berpikir. Kita tidak mengakui sebagai berpikir tingkat tinggi pada seseorang
jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.
- Berpikir
tingkat tinggi melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan
yang tampaknya tidak teratur.
- Berpikir
tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental
besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang
dibutuhkan.
Perlu dicatat bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan
ungkapan sepertipertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan
ketidakpastian. Hal ini berarti bahwa proses berpikir dan keterampilan yang
perlu diaktifkan sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya
konteks atau keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses
memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai
bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang
kita gunakan untuk memikirkan matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan
untuk memikirkan puisi. Proses berpikir yang digunakan untuk memikirkan ide
abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan
nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir
tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan menggunakan
pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih
konkret. Keterampilan proses dan berpikir tingkat tinggi bagaimanapun juga
jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan
untuk tujuan ini sangat mendasarkan diri pada pendekatan yang sama dengan
pengajaran berbasis masalah.
1. Pemodelan Peran Orang Dewasa
Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana
pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi
kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam
banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di
luar sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang dewasa.
1. Pengajaran berbasis masalah memiliki
unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog
dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran
penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.
2. Pengajaran berbasis masalah melibatkan
siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun
pemahamannya tentang fenomena tersebut.
3. Pembelajaran yang Otonom dan
Mandiri
Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa
menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang
berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan,
mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan
begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam
hidupnya.
1. Tahapan Pengajaran Berbasis
Masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari
lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu
situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Tahapan
|
Tingkah
Laku Guru
|
Tahap 1
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya
|
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk
belajar
|
Guru
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubugnan dengan masalah tersebut
|
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual dan kelompok
|
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informsi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapatkan penyelasan dan pemecahan masalahnya.
|
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
|
Guru
membantu siwa merekncanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti
laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan
temannya.
|
Tahap 5
Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan maslah
|
Guru
membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
1. Lingkungan Belajar dan Sistem
Manajemen
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur
secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang
hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar
dan system manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh
sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif.
Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan
dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar
pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.
Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang
ditekankan.
|