Mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Kelas:
Sebuah Analisis Perbandingan Wacana
Oleh :
SANNAI, S.Pd
NIM. 12B08078
Canadian
Journal of Learning dan Teknologi
Volume
30 (2) Spring / printemps 2004
Mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Kelas:
Sebuah Analisis Perbandingan Wacana
Penulis
Bastien
Sasseville, (MA Sejarah; PhD Pendidikan) saat mengajar didaktik di Université
du Québec à Rimouski, Quebec, Kanada. Bidang utamanya adalah hubungan antara
pendidikan, teknologi dan masyarakat. Dia sangat tertarik dengan cara di mana
perubahan, dari perspektif ideologis, diterapkan dalam pendidikan dan bagaimana
wacana mendukung dan membenarkan perubahan.
Kontak:
Bastien Sasseville, Departemen de l'Pendidikan, Université du Québec à
Rimouski, 300, allée des Ursulines, Rimouski, Québec, Kanada, G5L 3A1. Telepon:
(418) 723-1986 / 1249. Email: bastien_sasseville@uqar.qc.ca
TUJUAN
Penelitian ini mengeksplorasi
fenomena tentang pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
kelas melalui wacana analisis komparatif guru sekolah dasar dan menengah serta mempelopori
pengintegrasian teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam proses belajar mengajar di kelas pada tingkatan sekolah
dasar dan sekolah menengah.
KAJIAN
Wacana tentang teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) akhir-akhir ini sering
diabaikan oleh para peneliti dan akademisi sebagai sarana untuk memahami proses
komputerisasi di bidang pendidikan.
Hasil menunjukkan bahwa pemerintah cenderung untuk melihat TIK
sebagai cara transformasi pendidikan sedangkan guru melihatnya hanya sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Visi perubahan sosial yang didasarkan pada kemajuan
teknologi, menganggap bahwa teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) yang paling mutakhir
merupakan
suatu kebutuhan
siswa dan cara-cara praktis untuk menyelesaikan permasalahan mereka. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa guru tidak menentang integrasi TIK; mereka
tertarik dengan cara-cara yang efektif untuk melaksanakan proses pembelajaran. Konteks perangkat teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) terintegrasi juga
merupakan hambatan utama untuk mengubah model pembelajaran yang biasa
dilakasanakan oleh
guru.
Di masa lalu, guru enggan
untuk mengintegrasikan inovasi teknologi ke dalam kegiatan proses
pembelajaran mereka
sehari-hari. Situasi ini belum berubah selama beberapa tahun terakhir . Bahkan
jika perangkat
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sekarang tersedia di hampir setiap
sekolah dasar dan menengah di provinsi ini, hanya kurang lebih lima puluh persen guru
menggunakan teknologi ini untuk proses belajar mengajar.
Kenyataan ini sangat mengganggu mengingat bahwa
sistem sekolah di Quebec
sedang mengalami reformasi pendidikan dan bahwa teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) merupakan salah satu
elemen kunci dari reformasi itu, dimana
jutaan dolar telah disuntikkan
ke dalam sistem pendidikan untuk membuat perangkat
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tersedia untuk setiap sekolah di
provinsi tersebut.
Pada saat yang sama, beberapa
orang mempertanyakan relevansi dari meluasnya penggunaan TIK di kelas sedangkan
umumnya kualitas pendidikan
tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam kinerja siswa dan
pembelajaran.
Mengintegrasikan teknologi ke dalam kelas tidak suara bulat diterima di antara
para sarjana dan guru, bahkan menurut
beberapa orang, hal itu dapat menimbulkan banyak bahaya, misalnya komputerisasi
pendidikan bisa membatasi keragaman pendekatan pedagogis sebagai satu-satunya model pembelajaran dan kinerja akademik secara
implisit didukung
oleh teknologi. Seperti komputer dan internet lebih sering digunakan di ruang
kelas kami hanya karena dorongan pemerintah, proses
komputerisasi dalam pendidikan dapat dianggap sebagai alat kontrol baru yang
dikenakan pada guru dan siswa oleh golongan
berbasis teknologi dan semakin
merusak
tatanan ekonomi
Selain itu, sebagai
profesional, guru masih memiliki masalah yang berkaitan dengan mengadaptasi alat baru
untuk kegiatan
mereka, yaitu yang terkait
dengan konteks penggunaan, dan bagaimana memperoleh informasi yang tersedia di Internet yang
berkaitan dengan konteks pembelajaran.
Tapi,
jika ada resistensi terhadap komputerisasi di bidang pendidikan dan jika ada
begitu banyak masalah yang terkait dengan itu, apa motivasi kita untuk
melakukannya? Apa inti dari wacana tentang integrasi TIK dalam pendidikan? Apa
ide-ide dasarnya?. Oleh karena itu
penulis memutuskan untuk mempelajari
masalah integrasi TIK di kelas bukan sebagai masalah teknis tetapi sebagai
fenomena ideologis. Ada
kebutuhan penting untuk melakukan studi kualitatif integrasi TIK dalam rangka
untuk lebih memahami bagaimana ide-ide dan sikap kita terhadap teknologi yang muncul saat
ini.
Teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) tidak statis
tapi didukung oleh sebuah ideologi yang memberikan ide-ide untuk mengimplementasikan
arah arus
pemikiran yang beragam seperti globalisasi ekonomi, masyarakat informasi baru,
kebijakan nasional dan munculnya pemerintahan dunia. Ideologi ini juga dipicu
oleh banyaknya keyakinan dan pernyataan tentang dampak perubahan
teknologi dalam masyarakat kita dan oleh berbagai sumber di media tentang masa depan.
Menimbang bahwa representasi dari ICT dalam usaha, telah di analisis dan
menyimpulkan bahwa TIK
bisa menjadi pendekatan yang sangat menguntungkan
bila
bisa lebih
memahami masalah integrasi
TIK di sekolah-sekolah kita. Penulis
ingin mengetahui apakah wacana tentang pengintegrasian TIK dan penggunaannya di dalam kelas oleh semua
pemain dalam pendidikan. Atau, ada wacana yang berbeda yang dihadapi
masing-masing ide dan visi tentang peran dan penggunaan teknologi dalam
pendidikan?
Ada wacana yang
mengatakan anda
tidak sendirian dan pembicara bukanlah satu-satunya orang yang
paling tahu, (Adam, 1990; Maingueneau, 1991). Wacana ini juga melihat, dengan
pendekatan perspektif dialektis dan
menganggap tidak hanya sebagai
sarana untuk menyampaikan ide-ide, tetapi sebagai cara untuk meyakinkan pandangan yang bertentangan selain dari wacana yang hadir
dalam konteks yang sama.
Proses dialektika adalah dasar komunikasi (Angenot, 1982; Bakhtine, 1981).
Tujuan
dari analisis wacana adalah untuk mengekspos makna dengan mencari benang penghubung dalam bentuk pidato dan strategi
diskursif dengan jenis lain dalam konteks tertentu (Adam, 1990). Analisis
dilakukan melalui pemeriksaan internal pidato atau teks, dari pendahuluan, yang berkaitan dengan isi
(kata-kata dan ide-ide) dan bentuk (bentuk sintaksis, mode deskriptif, kiasan,
dll).
Dalam
penelitian ini, jenis analisis ini diterapkan pada dua kelompok besar
pandagan. Yang pertama
dikumpulkan dari banyak pilihan teks yang ditujukan untuk guru pada topik integrasi
TIK di kelas, diambil dari jurnal
pedagogis dan pendidikan serta
majalah 1995-2001 (lihat Lampiran I). Yang kedua diperoleh dengan mewawancarai dua puluh
tiga guru sekolah dasar dan menengah, dari wilayah dataran rendah Saint-Lawrence di
provinsi Quebec, Kanada, pada topik yang sama selama tahun ajaran 2000-2001
(lihat Lampiran II). Para guru yang dipilih secara demografi - mewakili berbagai usia,
pengalaman dan spesialisasi - dan yang lebih penting adalah bahwa mereka telah melakukan
proses mengintegrasikan TIK ke dalam kelas mereka. Wawancara dilakukan secara
terbuka selama
satu tahun. Mereka benar-benar ditranskripsi ke bentuk tertulis, menciptakan
bentuk yang sama pada
kedua kelompok
untuk dilakukan
analisis.
Analisis
ini menggunakan metoda ceramah (Fossion et Laurent, 1981; lihat Lampiran III) dan dilakukan
dalam dua tahap. Pada tahap pertama, dilakukan melalui dua korporasi. Hal ini
diperlukan untuk memastikan bahwa kita memiliki dua hal yang sebanding. Kita harus memastikan bahwa keduanya adalah sama dan pada tingkat
yang sama berkaitan dengan isi (tema dan ide-ide). Seleksi ini juga diperlukan karena banyak
teks dan wawancara tidak cocok
terhadap metoda ceramah
dan, bahkan jika mereka adalah
subyek ICT terintegrasi
di kelas, mereka tidak memiliki
metoda
ceramah yang dapat memberikan hasil yang
signifikan. Bisa dikatakan bahwa mereka yang gagal adalah mereka yang tidak bisa
"berbicara" kepada analis. Hanya sebelas teks dan delapan wawancara
dipilih untuk analisis diskursif akhir.
Tahap
kedua terdiri dari proses dekonstruksi dari isi dan bentuk teks itu sendiri
dengan mengisolasi setiap item dari grid dan mengekspos maknanya dalam
kaitannya dengan teks dan pola umum yang diskursif. Setiap item memiliki makna
secara kumulatif,
dan setiap elemen dihubungkan
secara logis, dan sebagian
secara struktural. Mengingat
pola diskursif umum mencoba
untuk menemukan makna batin. maka
etiap elemen dianggap dari sudut pandang kontribusinya terhadap
makna dari apa yang dikatakan dan cara di mana ia membantu pembicara membangun
pidato persuasifnya.
Jenis
analisis ini dapat
mengungkapkan makna tersembunyi dalam pidato. Misalnya, penggunaan kata sifat
menunjukkan penghargaan pembicara untuk subjek, tetapi mereka juga dapat
digunakan untuk menyampaikan, jika kita menganggap sebagai pola diskursif umum sistem kepercayaan. Misalnya,
ICT dianggap
memenuhi syarat sebagai "revolusioner", kekuatannya dianggap
"tak terbatas" dan penggunaannya sering dianggap sebagai "tidak
dapat dihindari" dalam pendidikan. Ini menggunakan deskripsi, dalam pola
tertentu dari keyakinan, secara implisit membangkitkan gagasan bahwa TIK adalah
alat yang bagus dalam proses
belajar..
Tujuan
utamanya adalah
untuk membandingkan pola masing-masing wacana dan menentukan jenis pendapat mereka. Hasil akhir yang
diperoleh dengan membandingkan pola wacana ditemukan di setiap subyek. Proses ini juga memungkinkan
analis untuk menghubungkan bentuk-bentuk tertentu
ke bentuk lainnya.
Hasil dan Pembahasan
Kumpulan hasil wawancara, secara keseluruhan, dapat memenuhi
syarat sebagai wacana sosial. Hal ini menyajikan integrasi TIK dalam pendidikan
sebagai akibat dari perubahan terbaru dalam masyarakat, seperti yang dirasakan
oleh pembicara. Teknologi terutama bertanggung jawab untuk evolusi sosial.
Motivasi komputerisasi di bidang pendidikan terletak pada kemajuan teknologi yang paling
canggih.
Sejak awal tahun sembilan puluhan, perubahan sagat cepat dalam masyarakat kita. Evolusi teknologi dianggap bertanggung jawab. Cara hidup kita berubah. Apakah cara kita mengajar berubah secepat masyarakat kita?
Saya ragukan
itu! (catatan 42, hal.26) * 1
Perubahan
ini terlihat dari sudut pandang
evolusi sosial, meningkatkan gambaran masa depan. Invasi hi-tech inovasi dalam kehidupan kita
sehari-hari, menurut sudut pandang ini, dapat
mengubah tempat kerja dan ekonomi. Masing-masing setiap dari kita sekarang
merupakan bagian dari jaringan yang luas, menurut pandangan yang agak berlebihan.
Peristiwa dunia sedang berlangsung dihadapan kita, kita
dapat berkomunikasi dengan seseorang di mana pun
mereka berada, museum dan perpustakaan yang terbuka bagi
siapa saja di Internet. Peretukaran informasi secara
bebas antar orang dan barang, teknologi dimana-mana dan pengaruh media massa yang menciptakan dunia
yang sangat berbeda dari apa yang kita saksikan
sekarang. (catatan
8, hal.15)* 2
Situasi
ini juga merupakan sebuah
perubahan budaya yang penting. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dianggap paling bertanggung jawab atas
transformasi budaya modern. Dengan demikian, budaya dan pendidikan, selalu
dikaitkan dalam pola umum dari perubahan,
akan kembali berubah sebagai inovasi terbaru terus-menerus dan sangat
mempengaruhi cara hidup kita, berpikir dan
berkomunikasi. Ini adalah pandangan
ilmuan-dan-teknokrat berbasis evolusi sosial dan
teknologi informasi dan komunikasi berada di tengah-tengahnya.
TIK dalam
konteks ini dipandang sebagai
alat yang jitu
untuk perubahan ini,
tidak hanya bertanggung jawab untuk perubahan sosial, juga disebabkan oleh kekuatan yang melampaui
teknologi lain di masa lalu. Penggunaan metafora untuk menggambarkan ICT
menunjukkan persepsi ini. "ICT adalah pensil baru masyarakat kita." (Catatan 43, p.22) 3
Teknologi
Informasi Dan Komunikasi (TIK)
tidak hanya membawa perubahan dalam cara kita berurusan dengan informasi,
tetapi juga mengubah cara kita berpikir dan bagaimana kita memandang dunia
kita. Perubahan budaya yang dibawa oleh akses yang lebih besar ke informasi dan
fakta bahwa akses ini disediakan secara
teknis membuatnya lebih "ilmiah". Jenis perubahan budaya juga
menciptakan bentuk stres, dipicu oleh ketidakmampuan individu untuk beradaptasi dengan kecepatan transformasi
budaya, menjadi terasing dari masyarakat informasi baru adalah salah
satu dari dampak negatifnya.
Kebudayaan
kita tidak lagi hanya sebatas sastra
dan seni, juga sains dan teknologi. Teknologi
Informasi Dan Komunikasi (TIK) berada di persimpangan antaradua
aspek. Menolak berarti membiarkan
diri kita untuk menjadi buta
huruf, tidak bisa mengintegrasikan diri ke dalam dunia sekarang ini. (Catatan 1, hal.26) 4
Perubahan
budaya adalah sesuatu yang
tak terhindarkan dalam pendidikan, dengan penekanan pada kemampuan beradaptasi dengan alat-alat
baru dan mempersiapkan generasi muda untuk masa depan cerah seperti yang digambarkan dalam pandangan sosial.
Generasi muda yang bekerja dan belajar
dengan ICT menjadi saham sosial yang besar. Kehadirannya di sekolah kami
benar-benar tidak dapat dihindari. Adalah penting bahwa TIK di sekolah-sekolah
kita lebih dari sekadar alat untuk
mengajar, juga harus
menjadi alat belajar dan bekerja secara global.
(Catatan 43, p.22) 5
Ini
bukan hanya perubahan yang akan mengubah sistem di sekolah namun perubahan intelektual
yang sangat mendalam akan mempengaruhi remaja kita di masa depan. Siswa besok
akan berpikir secara berbeda karena mereka dibesarkan di dunia di mana cara
untuk mengakses dan mengatur informasi akan sangat berbeda, sehingga mengubah pola pikiran mereka bekerja.
Teknologi baru memiliki kekuatan untuk merangsang
pengembangan kapasitas intelektual, meningkatkan penalaran, kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan untuk belajar dan menciptakan. (Berkas 37, hal.24) 6
World Wide Web [www] membawa perubahan lebih karena
memerlukan cara-cara baru untuk mewakili informasi. Ini meninggalkan cara kuno dalam berkomunikasi yang fundamental linear dan
menggantinya dengan representasi yang lebih seperti pohon informasi. Membaca kemampuan dan strategi dengan memahami dan menavigasi melalui informasi tertulis, yang
sudah dimodifikasi. Tidak beradaptasi dengan itu
berarti dirampas oleh gaya
modern dan efisiensi komunikasi. (File 1,
hal.25) 7
Visi
masyarakat dan pendidikan didorong oleh proyeksi yang dibuat oleh banyak
kemungkinan yang ditawarkan oleh teknologi baru. Banyak Referensi media
spesialis, sosiolog, dan bahkan trend penilaianan terkenal dan futurologists, sering menyebabkan
pembangunan hanyalah wacana dengan menciptakan gambaran masa depan berdasarkan
potensi yang ditawarkan oleh aplikasi sosial, budaya dan pendidikan yang
semakin meningkat dari inovasi teknologi.
Toffler mengatakan dan saya kutip: "Besok buta
aksara atau orang-orang yang tidak belajar membaca,
mereka akan menjadi orang-orang yang tidak belajar untuk belajar." (Berkas
42, hal.29) 8
Desa global Marshall McLuhan sekarang menjadi kenyataan. Kami mengalami lompatan kuantum dari
masyarakat industri ke masyarakat informasi. (Berkas 41, hal.58) 9
Perubahan
ini juga disajikan dengan akurat dan tak terelakkan, meminimalkan efek samping dan tindakan manusia, dan
semua faktor politik, sosial atau ekonomi lainnya, pada arah yang diambil oleh
evolusi sosial. Dalam pendidikan itu, para guru harus beradaptasi dengan
sesuatu yang mereka tidak dapat hindari.
Dalam hal itu, efek dari mengabaikan evolusi teknologi masyarakat kita dalam
pendidikan sering disajikan sebagai konsekuensi yang mengerikan. Mengabaikan
perubahan teknologi akan menempatkan kita, sebagai bangsa, beresiko dikalahkan
oleh negara-negara yang telah menguasai
teknologi baru. Generasi muda kita akan keluar dari pekerjaan dan perekonomian
kita akan tenggelam ke tingkat dunia ketiga.
Perekonomian membawa perubahan. Persaingan global
menempatkan usaha dalam posisi berinovasi
terus-menerus dan penciptaan hal-hal baru.
Masa depan akan menjadi milik orang-orang yang terlatih, mampu berpikir dan
memecahkan masalah dan bersikap kritis. Selain itu, menguasai komputer dan
teknologi adalah keterampilan wajib.
(Berkas 42, hal.26) 10
Dalam
pandangan ini, tenaga di
bidang pendidikan tidak punya pilihan selain mengikuti evolusi teknologi, adaptasi
pedagogik dan
sistem sekolah. Banyak
wacana yang tidak
dinyatakan oleh tenaga
pendidikan. Hal itu
berasal dari sumber-sumber di luar
sistem, seperti teknokrat,
pejabat pemerintah, kelompok orang tua dan pengusaha sibuk dengan perubahan sistem sekolah saat ini yang lebih efisien.
Perubahan
sosial merupakan fenomena global dan otonom, sesuatu yang umumnya dianggap
sebagai hal yang diluar
jangkauan kami. Wacana penyelenggaraan pengintegrasian pendidikan dibangun di atas keinginan
individu untuk mengatur
dan mengarahkan perubahan, sehingga mengubahnya menjadi sesuatu yang dapat dilakukan, bukannya menjadi sasaran.
Dengan demikian, wacana ini mencoba untuk menyalurkan tindakan dan memberikan arah. Dalam usaha integrasi teknologi dalam
pendidikan, ada keinginan untuk membuat sistem pendidikan sesuai dengan cita-cita masa depan yang agak lebih
baik. Ini adalah upaya
untuk menolak
perubahan dan menguasainya. Tapi, pada saat yang sama menjadi semacam pekerjaan. Pandangan pendidikan untuk masa
depan yang
diselenggarakan oleh para pendukung teknologi di kelas akan terwujud, karena mereka mendorong
setiap orang di bidang pendidikan untuk mengambil langkah-langkah politik dan
organisasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan hal itu.
Kalimat
ini jelas bukan pendapat
guru, melainkan pendapat
seorang pemimpin. Ia tidak menemukan akarnya di dalam kelas, kebutuhan
profesional guru atau kebutuhan akademik siswa, melainkan dalam kebutuhan pimpinan sekolah umum untuk meyakinkan
publik bahwa terjadi
perubahan yang diinginkan dan tak terhindarkan. Oleh semua orang meyakinkan bahwa
masa depan telah ditulis oleh
teknologi itu sendiri, para pendukung inovasi teknologi dalam pendidikan
berusaha untuk menyudutkan sistem pendidikan.
Wacana tentang guru
Wacana
di atas jelas bertolak belakang dengan apa yang guru sekolah dasar dan
menengah katakan. Kita telah
melihat pertentangan
itu,dimana guru sangat sedikit yang
terbuka dan mau menerima
kemajuan teknologi dalam integrasi pendidikan atau ICT dalam kegiatan mereka. Visi mereka tentang
ICT terbatas pada pengaturan kelas atau rutinitas sehari-hari dari kehidupan
sekolah. TIK umumnya dianggap sebagai tambahan pelengkap alat pedagogis dan pendekatan di
dalam kelas. Belajar dengan teknologi dianggap penting karena dengan cepat dapat memperoleh pengetahuan,
tetapi teknologi selalu tunduk kepada tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh
guru.
Perubahan
teknologi tidak dianggap sebagai pengalaman kolektif - atau eksperimen dalam
perubahan sosial - tapi lebih dari sebuah tantangan pribadi. Solusi untuk
masalah mengintegrasikan inovasi teknologi ke dalam kelas yang lebih terkait
dengan praktik pengajaran individual. Selain itu, wacana ini tertentu menempatkan
teknologi dalam konteks penggunaan di dalam
kelas. Hal ini lebih mendekati fakta di lapangan
dibadingkan
proses pembelajaran secara manual (ceramah). Dalam konteks ini, masalah
organisasi yang terkait dengan integrasi TIK sangat penting.
Tujuan
utamanya adalah untuk membantu siswa mencapai keberhasilan akademik, bukan
untuk mengubah pendidikan maupun masyarakat. Fokus guru adalah pada masalah
yang harus diselesaikan dalam rangka untuk mencapai tujuan ini. Gagasan
perubahan, dalam perspektif ini, diterapkan pada bidang yang lebih spesifik. Jika masih dapat dilihat
sebagai suatu pengalaman kolektif, dalam beberapa kasus, masyarakat terbatas
pada sekolah atau ruang kelas, bukan masyarakat secara keseluruhan.
Guru
lebih menekankan pada tantangan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi
informasi baru dalam pengaturan tertentu dan fokus pada apa yang menghambat
upaya mereka untuk menggunakan komputer atau internet di dalam kelas. Perhatian
utama mereka adalah kurangnya waktu: kurangnya waktu untuk belajar secara
efisien mengoperasikan perangkat keras dan perangkat lunak, untuk belajar
tentang program komputer baru yang relevan dengan bidang mereka, untuk
merencanakan kegiatan belajar dan memecahkan semua kesulitan teknis untuk
mencapai belajar yang produktif . Keprihatinan lain adalah kurangnya dukungan
teknis di sekolah yang diperlukan untuk memecahkan semua masalah yang
disebutkan di atas. Guru juga sangat sibuk dengan tingkat perubahan teknologi
dan biaya untuk sekolah.
Wacana
guru dapat memenuhi syarat sebagai wacana pragmatis dan menyajikan evaluasi
yang lebih cermat terhadap kemungkinan yang ditawarkan oleh inovasi teknologi. Pada
kenyataannya,
sering ditemukan dalam selebaran
- bentuk tegas, dengan banyak gambaran deskripsi
terkait dengan evaluasi positif dari teknologi - jarang diungkapkan oleh para guru. Guru lebih reing menggunakan model
pembelajaran diskusi. Hal ini dapat juga dikatakan bahwa guru masih dalam
proses mengevaluasi cara yang tepat untuk menggunakan teknologi informasi untuk
mengajar dan belajar dan bahwa teknologi ini belum sepenuhnya terintegrasi ke
dalam kegiatan
mereka sebagaimana yang biasa
mereka lakukan. Dalam pengertian ini, guru tidak dapat
diharapkan untuk mendukung teknologi.
Akhirnya,
komputer dianggap bermanfaat bagi siswa
bukan karena teknologi
ini dapat menghasilkan
yang lebih baik dari belajar biasa
tetapi terutama karena pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
mengoperasikan alat-alat baru yang penting dalam pasar kerja saat ini.
Kemampuan untuk bekerja dengan teknologi baru ini dianggap sebagai aset untuk
keberhasilan masa depan murid mereka. Pandangan bahwa guru memiliki kompetensi kejuruan yang sejalan dengan
pandangan pragmatis mereka teknologi. Sekali lagi, TIK merupakan sarana untuk
mencapai tujuan, bukan sesuatu yang sangat mengubah pendidikan.
Hal
ini menjadi
kontradiktif, menentang integrasi TIK di kelas adalah bentuk pandangan yang sejajar dengan pandangan yang
baru, dalam arti
realitas yang berbeda pada
pengalaman sehari-hari guru. ICT tidak dapat dilihat sebagai alat transformasi
masyarakat dan pendidikan. Ini sangat penting dan terutama sebagai alat
belajar, hanya digunakan untuk membantu mencapai tujuan pendidikan yang
ditetapkan oleh guru.
Pada
saat yang sama, ICT dapat dilihat sebagai sarana untuk menentukan diri sendiri
secara profesional. Guru yang melihat diri mereka sendiri, apakah mereka suka
atau tidak, di tangan mereka generasi baru
ditentukan..
Penggunaan ICT minimal membantu mereka membangun citra diri yang positif
sebagai profesional. Namun, mereka berhati-hati tentang mengintegrasikan
teknologi terlalu banyak ke dalam kelas,
karena mereka tidak ingin profesi mereka akan ditentukan oleh kemampuan khusus untuk menerapkan sarana
teknologi pembelajaran. Hal ini, bagi sebagian guru, dapat dilihat sebagai
merendahkan profesional atau bentuk regresi dalam status guru.
Visi
mereka tentang profesi mereka masih berakar pada hubungan manusia, dan memiliki
hubungan
yang lebih berkaitan
dengan ikatan antara guru dan murid dibandingkan dengan alat-alat teknologi. Guru masih percaya bahwa apa
yang sebenarnya mereka perlukan
adalah kemampuan untuk membentuk ikatan antara guru dan siswa, mengajar adalah yang utama, kemampuan
menggunakan alat bantu
untuk menciptakan cara yang positif dan produktif dalam belajar. Hubungan manusia
masih tetap pada inti dari kegiatan
mereka.
Kesimpulan
Meskipun
ada perbedaan yang nyata diantara
dua
pandangan, kita
tidak bisa mengatakan hal
ini sebagai
perlawanan terhadap inovasi teknologi bagi guru. Kedua pandagan memiliki alas an
yang berbeda. Pandangan
bahwa guru menolak pada kenyataannya tidak terbukti. Ini adalah hasil dari keprofesionalan guru, dan etika kepraktisan .
Guru
tidak ingin berkutat terlalu banyak tentang pentingnya perubahan teknologi
dalam masyarakat, mereka lebih tertarik pada inovasi teknologi yang dapat dilakukan untuk mereka dan siswa
dalam kegiatan
sehari-hari untuk mencapai tujuan khusus akademik
Bagaimanapun,
suatu benang merah diantara
dua golongan yang
berkaitan dengan arah yang diambil oleh perubahan sosial dan teknologi
baru-baru ini. Mengelola perubahan dalam pendidikan memerlukan perencanaan yang
ketat dan dengan dukungan pemerintah
yang
kurang dalam
pendidikan di Quebec dalam beberapa tahun terakhir, sekarang tampaknya terlalu subjektif untuk perencanaan yang
efektif. Kedua kelompok memiliki pendekatan yang berbeda dalam menghadapi
ketidakpastian yang melekat terkait dengan situasi ini. Untuk para pendukung
penggunaan yang lebih luas dari ICT di kelas, pendidikan dapat menjadi lebih baik pengelolaannya setelah semua orang setuju
pada tindakan yang diambil.
Dengan cara itu, mereka menghadirkan penggunaan teknologi sebagai langkah
penghematan biaya yang efektif.
Guru
percaya bahwa mereka dapat mengontrol perubahan terbaru dalam pendidikan dengan
pengalaman
selama
bertahun-tahun menjadi guru.
Mereka menganggap pengetahuan profesional sebagai cara untuk mengarahkan
perubahan teknologi ke arah yang mereka dapat pahami dan yang mereka rasakan adalah
bermanfaat bagi siswa mereka. Efektivitas biaya mungkin penting, namun siswa
diharapkan menjadi pusat dari segala jenis perubahan, bukan teknologi. Pilihan
dibatasi untuk masyarakat kelas.
Golongan
sosial pada teknologi, dalam kumpulan-kumpulan
pendapatnya, didasarkan pada dunia
imajiner dalam arti bahwa itu dibangun pada ekstrapolasi dari tren yang
sebenarnya dalam kegiatan sosial saat ini. Hal ini didasarkan pada pilihan
dioperasikan dalam spektrum probabilitas. Pilihan ini tergantung pada apa yang
kita inginkan atau harapkan besok. Penyelenggara teknologi dalam pendidikan mencoba untuk mengatur pendidikan sedemikian rupa sehingga
tindakan yang diambil hari ini akan mengarah pada masa depan mereka. Inilah sebabnya
mengapa golongan
mereka begitu tegas dan menarik dan beberapa diantaranya memperpanjang masalah. Tetapi gambaran masa depan yang ditemukan dalam golongan sosial tidak lengkap karena
mereka tidak bisa memperhitungkan semua faktor yang memungkinkan kita untuk
meramalkan evolusi teknologi dan dampaknya pada evolusi pendidikan masa depan.
Kita
dapat mengatakan lebih banyak untuk wacana pragmatis para guru karena merupakan
bagian lain dari gambar yang sama. Jenis wacana tidak bisa memperhitungkan
perubahan sosial karena sebagian kedap berubah. Mengubah, di mata guru,
dipandang sebagai memiliki kurang dari dampak karena pendidikan pada dasarnya
didasarkan pada stabilitas. Hal ini penting bagi mereka bahwa, di sekolah kami,
rasa stabilitas dan kontinuitas dipertahankan untuk melestarikan pengetahuan
dan budaya. Stabilitas ini dipastikan dengan melestarikan tidak hanya
pengetahuan tetapi juga dengan mencoba untuk mempertahankan lembaga-lembaga dan
praktek.
Untuk
lebih memahami fenomena perubahan teknologi dalam pendidikan, kita harus
mengikuti arti luas arah melekat pada wacana sosial dan kemudian menghadapinya
dan memasukkannya ke dalam konteks dengan wacana pragmatis para guru. Kami juga
harus memperhitungkan nilai-nilai yang ingin kita sampaikan melalui jenis
perubahan dalam pendidikan.
Analisis
kami menunjukkan bahwa wacana khas dari dua kelompok yang sangat berbeda dari
pemain, dengan dua visi spesifik perubahan - satu global, semakin terbatas
kepada komunitas sekolah lainnya - set dan berbeda dari nilai-nilai, dua dunia
pemikiran hidup terpisah di bidang-bidang yang terpisah dan sebagian
mengabaikan satu sama lain. Teknologi adalah cara mengungkapkan jarak antara
kelompok-kelompok ini bukan alat untuk membawa mereka bersama-sama (lihat Tabel
1. "Ringkasan Hasil Analisis Wacana Perbandingan").
Dari
sudut pandang ideologi pandang, wacana sosial promotor berkaitan dengan bentuk
teknologi neo-liberal ideologi, berdasarkan pengertian tentang kinerja
akademik, efektivitas biaya, efisiensi dan persaingan bebas antara institusi
akademik, di mana hanya yang terbaik bertahan hidup, sehingga memastikan
kemajuan sistem pendidikan dan, pada akhirnya, masyarakat. Hal ini juga
didasarkan pada gagasan bahwa, dengan meningkatnya kompetisi antar bangsa,
sekolah lebih kompetitif adalah jaminan bahwa perekonomian kita - yang, dalam
cara berpikir, semata-mata berdasarkan pada pengetahuan - akan tetap
kompetitif. Kata-kata atau ungkapan-ungkapan seperti "masa depan
ekonomi", "pekerja pengetahuan", "pemimpin pedagogis"
dan "manajemen baru dalam belajar" adalah blok bangunan dari jenis
wacana. Sebuah kekuatan besar dari perubahan tersebut diberikan untuk teknologi
dan komputer dianggap sebagai alat utama perubahan yang efisien.
Wacana
pragmatis guru dapat lebih mudah berhubungan dengan ideologi humanis. Teknologi
dipandang sebagai alat baru untuk belajar, tetapi hubungan antara guru dan
siswa masih di inti dari proses pembelajaran. Dampak dari perubahan teknologi
berkurang oleh konteks yang terjadi. Dengan demikian, komputer tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan pedagogis dan cocok untuk semua situasi sepanjang
waktu. Kendala organisasi dan profesional memiliki dampak yang jauh lebih penting
pada proses pembelajaran, menurut guru, dari teknologi itu sendiri. Masalah
yang berkaitan dengan kurangnya waktu, sumber daya dan informasi yang
terus-menerus dihadapi guru dalam sehari-hari rutinitas mereka lebih merugikan
siswa belajar dari apakah atau tidak mereka menggunakan teknologi yang tepat di
kelas.
Guru
mengadaptasi praktek mereka dengan
penggunaan teknologi informasi tetapi hanya sampai batas tertentu. Mereka tidak
bersedia untuk mengesampingkan atau membuang tahun-tahun pengalaman berharga hanya untuk
mengadopsi alat yang umumnya dianggap sebagai penyakit dalam
kerangka kegiatan mereka.
Guru juga menolak konsep tenaga
profesional oleh sarana teknologi. Mereka tidak ingin kompetensi mereka sebagai
profesional pendidikan dievaluasi hanya dengan kemampuan mereka untuk
menggunakan teknologi di dalam kelas.
Daftar Pustaka
Carugati,
F. & Tomasetto, C. (2002). Le corps enseignant face aux nouvelles
technologies de l'information et de la communication: un défi incontournable.
Revue des sciences de l'éducation, 28(2), 305-324.
Clegg,
S. (2001). Theorising the machine: gender, education and computing. Gender and
Education, 13(3), 307-324.
Conseil supérieur de l'éducation. (2000). Éducation
et nouvelles technologies: Pour une intégration réussie dans l'enseignement et
l'apprentissage. Rapport annuel 1999-2000 sur l'état et les besoins de
l'éducation. Québec: Les Publications du Québec
Cuban,
L. (1999, February). Why are most teachers infrequent and restrained users of
computers? BCTF Public Education Conference. Technology: Public Education in a
Wired World. Vancouver.
Dawes,
L.& Selwyn, N. (1999). Teaching with the dream machines: The representation
of teachers and computers in information technology advertising.Journal of
Information Technology for Teacher Education, 8 (3), 289-304.
Deci,
E.L., Koestner, R. & Ryan, R.M. (2001). Extrinsic rewards and intrinsic
motivation in education: reconsidered once again. Review of Educational
Research,71(1), 1-27.
Hidi,
S. & Harackiewicz, J.M. (2000). Motivating the academically unmotivated: a
critical issue for the 21st century. Review of Educational Research, 70(2),
151-179.
Hyslop-Margison,
E.J. (2000). The market economy discourse on education: interpretation, impact
and resistance. Alberta Journal of Educational Research, 46(3), 203-213.
Karsenti,
T., Savoie-Zajc, L. & Larose, F. (2001). Les futurs enseignants confrontés
aux TIC: changements dans l'attitude, la motivation et les pratiques
pédagogiques.Éducation et Francophonie. 29(1).
Karsenti,
T., Peraya, D. & Viens, J. (2002). Bilan et prospectives de la recherche
sur la formation des maîtres à l'intégration pédagogique des TIC. Revue des
sciences de l'éducation, 28(2), 459-470.
Lusalusa,
S. (2000). Représentations des élèves sur l'intégration des nouvelles technologies
à l'école: une étude de cas. Scientia Paedagogica Experimentalis, 37(1), 51-67.
Sasseville,
B. (2002). Le discours des enseignantes et enseignants du primaire et
secondaire face à l'intégration dans la pratique professionnelle des
technologies de l'information et des communications. Ph.D. thesis, Rimouski,
Université du Québec à Rimouski.
Selwyn,
N. (1999). Students' attitudes towards computers in sixteen to nineteen
education. Education and Information Technologies, 4(2), 129-141.
Stepulevage,
L. (2001). Gender/technology relations: complicating the gender binary. Gender
and Education, 13(3), 325-338.
Volman, M. & Van Eck, E. (2001). Gender equity and information
technology in education: the second decade. Review of Educational Research,
71(4), 613-634.
Tabel 1.
Ringkasan
Hasil Analisis Wacana Perbandingan
Kumpulan
Tulisan
|
·
Sebuah
wacana calon berdasarkan keniscayaan perubahan sosial sekarang dan mendatang;
·
Sebuah
wacana kolektif yang tujuannya adalah untuk memberikan arahan pada tindakan
untuk mengambil di masa depan;
·
Wacana
didasarkan pada gagasan kinerja dan efisiensi;
·
Bentuk
imperatif dan tegas Banyak;
·
Evaluasi
positif teknologi;
·
Banyak
tokoh dari pidato yang berkontribusi untuk meningkatkan keniscayaan perubahan
sosial dan kekuatan transformasi dikaitkan dengan teknologi;
·
Banyak
referensi ke wacana calon lainnya, disajikan sebagai benar;
·
-
Pembicara sebagai seorang pemimpin.
|
Kumpulan hasil Wawancara
|
·
Wacana
didasarkan terutama pada praktek guru;
·
Sebuah
pandangan yang lebih pragmatis masa depan pendidikan;
·
Wacana
ditandai dengan individualitas, keunikan pengalaman pembicara;
·
Bentuk
interogatif Banyak yang berkaitan dengan penggunaan di dalam kelas teknologi
baru;
·
Evaluasi
teknologi lebih berhati-hati;
·
Angka
pidato jarang;
·
Wacana
memiliki bentuk diriwayatkan;
·
Pembicara
adalah saksi dari pengalaman pribadinya;
·
Pengalaman
pribadi yang terkait dengan pengalaman kolektif oleh rupa pandangan dan
kesibukannya.
|
Alat
teknologi umumnya dianggap sebagai alat kinerja, cara melakukan hal-hal yang
lebih baik, lebih cepat dan lebih murah. Tapi dari titik pandang guru,
keberhasilan akademis tidak dapat dievaluasi oleh kinerja semata saja.
Pekerjaan mereka jauh melampaui keberhasilan akademis, mereka membantu manusia
secara keseluruhan dan manusia tidak dapat didefinisikan semata-mata oleh
kinerja atau kapasitas untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Inilah sebabnya
mengapa stabilitas sangat penting bagi mereka.
Di
satu sisi, alat-alat yang ditawarkan oleh teknologi informasi gagal untuk
memberikan guru gambaran
yang lebih lengkap dan pemahaman siswa sebagai manusia. ICT juga gagal untuk
memberikan dasar yang stabil dalam
membangun keterampilan mereka
REVIEW
1.
Sejak
awal 1990-an, terjadi perubahan
yang
sangat cepat
dalam masyarakat Quebec.
Perubahan teknologi sebagian besar dianggap bertanggung
jawab. Seperti gaya hidup,
cara bekerja sedang berubah. Cara mengajar, pada gilirannya perubahan sosial. Peristiwa dunia yang
terjadi di dihadapan kita
dimana
kita dapat
berkomunikasi dengan orang di mana pun di dunia ini dan sebagai perpustakaan besar yang terhubung ke
Internet. Pergerakan barang dan orang, di mana-mana teknologi baru, pengaruh
media massa menciptakan dunia yang sangat berbeda dari yang kita telah jalani sampai sekarang
2.
Budaya
dunia bukan
hanya sastra dan seni, ada juga
ilmu pengetahuan dan teknologi. TIK merupakan pertemuan dari dua aspek. Menolak
berarti menjadi gagap
teknologi, dan gagap
teknologi tidak
cocok dengan dunia modern . Pemanfaatan TIK oleh siswa di sekolah menjadi masalah sosial. Kehadirannya di sekolah benar-benar
penting. Hal ini untuk memastikan bahwa komputer di sekolah menjadi media instruksi, harus
menjadi alat kerja dan pembelajaran secara keseluruhan.
Kelebihan penggunaan TIK di dalam kelas :
1. TIK membawa cara baru untuk mewakili
informasi. TIK
meninggalkan komunikasi klasik yang merupakan pengganti dasar representase. Keterampilan
dan strategi dalam penggunaan TIK
telah
berubah jauh. Penggunaan TIK
berarti sebuah lompatan
kuantum yang membawa dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Teknologi baru memiliki
kekuatan untuk merangsang pengembangan keterampilan intelektual seperti
kemampuan untuk berpikir, memecahkan masalah, belajar untuk belajar dan
menciptakan.
2. Persaingan keras antar perusahaan membuat perlunya berinovasi dan menciptakan
lebih banyak lagi teknologi. Mereka
yang mengerti TIK berarti mereka telah menguasai masa depan, mereka mampu merefleksikan tindakannya,
memecahkan masalah dan membuat keputusan penting.
3. TIK ialah alat yang dapat membantu guru
dan juga memungkinkan untuk berhubungan dengan siswa walau bukan di dalam kelas. Proses pembelajaran dapat
dilakukan kapan dan dimana saja, sepanjang ada jaringan, maka kesempatan untuk
berkomunikasi antara guru dan siswa dapat terus berlangsung.
4. Penggunaan TIK
dalam proses pembelajaran berarti suatu jalan untuk meninggalkan paradigma lama
dalam suatu pembelajaran. Model-model pembelajaran baru semakin bermunculan
seperti penggunaan macromedia dan perangkat presentase yang lebih memudahkan
bagi peserta didik untuk dapat mengerti materi yang sulit dimengerti. Kehadiran
peralatan yang sesungguhnya dapat terwakili dengan penggunaan TIK di dalam
kelas.
5. Komputer merupakan sebuah instrumen seperti sebuah kapur
di papan tulis sebagai OHP,
yang
mempersingkat waktu dalam penjelasan materi di kelas, sekolah tidak perlu lagi
menyiapkan alat-alat tulis dan semacamnya, sehingga pengeluaran untuk itu dapat
dihilangkan.
Kekurangan penggunaan TIK di dalam kelas :
- Komputer harus terus diakses oleh setiap siswa. Hal ini menyebabkan proses sosialisasi dengan lingkungan menjadi berkurang. Akibatnya siswa menjadi individualis dan tidak memahami fenomena di lingkungan sekitarnya secara langsung.
- Pelatihan guru harus terus menerus dan menyediakan mereka dukungan yang memadai dan berkesinambungan. Guru juga harus mengadaptasi kurikulum yang memasukkan ICT secara eksplisit. Tidak semua guru mampu beradaptasi secara cepat dengan perkembangan TIK. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan antara satu guru dengan yang lainnya.
- Menurut perspektif Taylorist, kurikulum pendidikan perlu ditinjau kembali: mata pelajaran dibagi menjadi beberapa sektor, transfer pengetahuan pada program sekolah dan waktu yang terbatas, menyebabkan kemungkinan timbulnya kesemrawutan pada kurikulum maupun npada implementasinya.
- Perlu juga diingat bahwa teknologi yang ada bukan hanya TIK yang akan digunakan tetapi ada alat lain, artinya akan ada lebih banyak guru yang akan berperan sebagai “mesin pekerja”. Ada yang hilang dalam teknologi ini yaitu sisi kemanusiaan dimana guru memiliki waktu lebih banyak dengan siswa dibandingkan hubungan dengan manusia. Kita harus meyakinkan orang-orang bahwa kita adalah manusia bukan sekadar mesin
- Penggunaan TIK ini akan menyerap banyak waktu untuk mempelajarinya ketimbang penggunaannya. Hal itu sangat tidak realistis. Ujian disiapkan, ujian dikoreksi, menghadiri pertemuan di malam hari, guru harus memiliki kedisiplinan untuk melakukan pekerjaan tambahan, akibatnya pertemuan dengan guru lain akan lebih sedikit. Ketika guru memiliki waktu sepuluh menit untuk istirahat, mereka akan mengatakan bahwa guru tidak bekerja! "
- TIK itu sebuah investasi, artinya TIK juga uang. Karena semuanya mahal dan semuanya berjalan dengan cepat, maka dibutuhkan biaya yang sangat besar dalam pengintegrasian TIK dalam kelas.
- Dalam sejarah kita mengeksplorasi banyak gambar, sehingga sejarah benar-benar memiliki konsep dalam hal persiapan, dan itu akan memerlukan persiapan terlalu banyak, ini bukan hal yang mudah. Teknologi itu mungkin berlaku untuk beberapa mata pelajaran tetapi tidak semua mata pelajaran dapat berintegrasi dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar